- Beranda
- Modul
- LKS
- E-Book
- Animasi
- Video
- PPT
- Tes
- PH
- PH 1
- PH 2
- PH 3
- PH 4
- PH 5
- Sistem Gerak MH
- Sistem Gerak
- Pesawat sederhana
- Struktur Jaringan
- Sistem Pencernaan
- Aditif & Adiktif
- Besaran dan Pengukuran
- Klasifikasi Makhluk Hidup
- Materi dan Perubahan
- Suhu dan Pemuaian
- Kalor dan Perpindahan
- Energi dan Perubahan
- Organisasi MH
- Interaksi MH
- Pencemaran
- Global Warming
- Lapisan Bumi
- Tata Surya
- PTS
- PAS
- Objek IPA
- Ciri Makhluk Hidup
- Klasifikasi Makhluk Hidup
- Zat & Perubahannya
- Zat & Perubahannya (2)
- Suhu & Pemuaian
- Kalor & Perpindahannya
- Energi & Perubahannya
- Uji Nyala
- Plastik
- Atom,Ion,Molekul
- Teori Atom
- Partikel Materi
- Remedial !-end>
Minggu, 22 Juni 2014
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
Pembelajaran dengan model PBM dapat
diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu dan dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran
di madrasah. Ciri PBM adalah memecahkan masalah dengan melibatkan berbagai mata
pelajaran (multidisiplin). Masalah atau pertanyaan yang diajukan dalam PBM
bersifat autentik, berakar pada kehidupan dan kegiatan nyata yang memungkinkan
adanya berbagai macam solusi atau pemecahan. Peserta didik meninjau masalah
dari banyak segi atau mengkaitkannya dengan berbagai disiplin ilmu.
Agar
penerapan PBM di madrasah bisa optimal, diperlukan perencanaan yang matang oleh
guru agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik sehingga tujuan
pembelajaran tercapai. Ada beberapa tahapan yang perlu dipersiapkan oleh guru
dalam mengimplementasikan model PBM, yaitu : perencanaan, tugas interaktif,
lingkungan belajar, penilaian dan evaluasi.
a. Dalam tahapan perencanaan, yang harus
dirancang adalah tujuan yang hendak dicapai, masalah yang akan diselidiki dan
materi atau peralatan yang dibutuhkan dalam penyelidikan peserta didik.
b. Pada tahapan persiapan tugas interaktif,
guru menyiapkan arah yang jelas kepada peserta didik dalam menyelesaikan
proyek. Guru menyiapkan rangkaian kegiatan yang akan dilakukan peserta didik
dengan rinci, mulai dari menyiapkan tujuan pembelajaran, kegiatan, instrumen,
hingga kriteria keberhasilan dan evaluasi pembelajaran termasuk cara mengorganisasikan
peserta didik ke dalam kelompok PBM. Guru juga menyiapkan cara atau media yang
digunakan untuk membantu peserta didik dalam pengumpulan informasi dari
berbagai sumber, menganalisis dan mengevaluasi.
c. Dalam rangka persiapan lingkungan
belajar, guru menyiapkan seperangkat aturan yang jelas agar pembelajaran dapat
berlangsung tertib, panduan mengenai cara mengelola kerja kelompok, dan aturan
dan prosedur yang jelas dalam pengelolaan, penyimpanan, dan pendistribusian
bahan, aturan, tata krama dan sopan santun untuk mengendalikan tingkah laku
peserta didik ketika melakukan
penyelidikan.
d. Pada tahapan persiapan penilaian dan evaluasi,
guru menyiapkan prosedur penilaian yang akan digunakan untuk mengukur pekerjaan
peserta didik.
Dalam PBM guru
harus berperan sebagai fasilitator agar pembelajaran tetap berjalan sesuai
rencana. Menurut Terry Barret dalam tulisannya, ada beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk menjadi fasilitator PBM yang baik, diantaranya adalah : 1) Permasalahan harus menarik dan mendorong
rasa ingin tahu 2) Tidak menggunakan metode ceramah 3) Memberi batas toleransi suara ketika
diskusi berlangsung 4) mendorong peserta didik untuk saling
berbicara atau berdiskusi dan bukan berbicara atau berdiskusi dengan guru 5) Pastikan kelompok setuju tentang
permasalahan pembelajaran yang diangkat sebelum diskusi berakhir 6) Tunjukkan sumber informasi yang akurat
yang dapat digunakan peserta didik dalam menyelidiki permasalahn pembelajaran 8) Ingatkan peserta didik akan tujuan
pembelajaran dan hasil yang harus dicapai 9) Siapkan lingkungan belajar yang kondusif
bagi peserta didik 10) Jadilah diri sendiri
Kamis, 19 Juni 2014
RPP Model Pembelajaran Think Pair And Share (TPS)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Materi Sistem Tata Surya menggunakan Model Pembelajaran Think, Pair, and Share (TPS)
Model Think Pair and Share (TPS)
1 DESKRIPSI TENTANG MODEL THINK PAIR
AND SHARE
Ciri
utama pada model pembelajaran kooperatif tipe think pair share adalah tiga
langkah utamanya yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran, yaitu langkah
think (berpikir secara individual) , pair (berpasangan dengan teman), dan share
(berbagi jawaban dengan teman yang lain atau seluruh kelas)
1) Think
(berpikir secara individual)
Pada tahap think, guru mengajukan suatu
pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan siswa diminta
untuk berpikir secara mandiri mengenai pertanyaan atau masalah yang diajukan.
Pada tahapan ini, siswa sebaiknya diminta untuk menuliskan jawaban mereka, hal
ini karena guru tidak dapat memantau semua jawaban siswa sehingga melalui
catatan tersebut guru dapat mengetahui jawaban yang harus diperbaiki atau
diluruskan di akhir pembelajaran. Dalam menentukan batasan waktu untuk tahap
ini, guru mempertimbangkan pengetahuan dasar siswa untuk menjawab pertanyaan
yang diberikan, jenis dan bentuk pertanyaan yang diberikan serta alokasi waktu
pembelajaran untuk setiap kali pertemuan.
Kelebihan dari tahap ini adalah guru
memberikan waktu yang cukup untuk siswa berpikir sehingga memberikan kesempatan
kepada siswa untuk merumuskan jawaban mereka sendiri sebelum pertanyaan
tersebut dijawab oleh siswa lain. Siswa juga mempunyai cukup waktu untuk
menggali informasi sehingga mendapatkan pengetahuan baru dan menyeluruh
berkaitan dengan materi pembelajaran. Selain itu, guru dapat mengurangi masalah
adanya siswa yang mengobrol, karena setiap siswa memiliki tugas untuk merumuskan
dan menuliskan jawaban mereka sendiri.
2) Pair
(berpasangan dengan teman)
Langkah kedua adalah guru meminta para
siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan.
Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama. Biasanya guru
mengizinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan. Setiap pasangan
siswa saling berdiskusi mengenai hasil jawaban mereka sebelumnya sehingga akan
diperoleh hasil akhir yang lebih baik, karena siswa mendapat tambahan informasi
dan pemecahan masalah yang lain. Sebaiknya guru mengatur giliran berbicara
untuk masing-masing siswa dalam pasangan, agar setiap siswa mendapatkan
kesempatan untuk berbicara dan mendengarkan pendapat orang lain.
Kelebihan dari tahap ini adalah masing-masing
siswa dalam pasangan diberikan waktu secara bergiliran untuk mengutarakan
jawaban dan argumennya masing-masing.
Siswa dilatih dan diasah agar memiliki keterampilan sosial dalam hal ini
kemampuan mengutarakan pendapat kepada orang lain, menghargai pendapat dan
membuat dan menerima kesepakatan bersama
sebelum pada akhirnya mereka melaporkan jawaban hasil diskusi mereka di depan
kelas.
3) Share
(berbagi jawaban dengan siswa lain atau seluruh kelas)
Pada langkah akhir ini guru meminta
pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi hasil pemikiran mereka dengan siswa
lain atau dengan seluruh kelas. Pada langkah ini akan menjadi efektif jika guru
berkeliling kelas dari pasangan satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat
atau separuh dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk
melapor. Langkah ini menolong agar semua kelompok menjadi lebih memahami
mengenai pemecahan masalah yang diberikan berdasarkan penjelasan kelompok yang
lain. Hal ini juga agar siswa benar-benar mengerti ketika guru memberikan
koreksi maupun penguatan di akhir pembelajaran.
2 PERBEDAAN THINK PAIR SHARE DENGAN 2
MODEL PEMBELAJARAN LAIN
TPS
|
STAD
|
Jigsaw
|
|
Keluasan
materi
|
Informasi
akademik mulai dari yang sederhana hingga kompleks
|
Informasi
kademik sederhana
|
Informasi
akademik secara menyeluruh
|
Bentuk
kerja
|
Kerja
individu dan kerja sama kelompok
|
Kerja sama
kelompok
|
Kerja sama
kelompok
|
Struktur kelompok
|
Kelompok
belajar heterogen berpasangan terdiri atas 2 siswa
|
kelompok
belajar
heterogen terdiri
dari 4-6 siswa
|
kelompok
belajar heterogen terdiri dari 4-6 siswa, menggunakan pola “kelompok asal”
dan
“kelompok
ahli”
|
Tugas
utama
|
Siswa mengerjakan
tugas secara individu kemudian berbagi informasi dengan pasangannya dan
membuat laporan
|
Saling bantu
membantu untuk memperdalam
materi yang
sudah diberikan
|
Siswa
mempelajari materi dalam “kelompok ahli”, Kemudian membantu anggota “kelompok
asal”
mempelajari
materi itu
|
Penilaian
|
Tes
individual dan kelompok
|
Tes individual
|
Tes
individual atau kelompok
|
Karakteristik
|
Tiga
langkah utama pada model pembelajaran TPS, think (berpikir mandiri), pair
(berpasangan dan berdiskusi) dan share (berbagi informasi/laporan dengan
teman lain atau seluruh kelas)
|
Penilaian
kelompok merupakan penjumlahan atau rata-rata dari hasil tes individual
masing – masing anggotanya.
|
Siswa
berdiskusi dalam kelompok ahli untuk mempelajari dan menguasai sub materi
yang sama. Setelah diskusi selesai, anggota kembali dalam kelompok asal untuk
bergiliran mengajar teman satu kelompok mereka tentang sub materi yang mereka dikuasai sehingga
mendapatkan pengetahuan secara menyeluruh.
|
Rabu, 18 Juni 2014
RPP Numbered Head Together (NHT)
RPP Sistem Tata Surya menggunakan Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)
Numbered Head Together (NHT)
1.
Berdasarkan
sintaks NHT, kita
dapat membuktikan
bahwa Numbered Head Together dapat
meningkatkan pengetahuan akademik (knowledge) maupun keterampilan (skill).
1)
Pembentukan kelompok
Guru membagi para siswa
menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa
dalam kelompok, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok dan nama kelompok
yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari
latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Pengelompokkan
berdasarkan kemampuan akademis biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan
tinggi, dua orang berkemampuan sedang dan satu lainnya dari kelompok kemampuan
akademis rendah. Hal ini dapat dilakukan setelah guru mengadakan pretes (tes
awal).
Pada
fase ini siswa harus mencoba memperhatikan tingkah laku teman satu kelompok
atau anggota kelompok lain dan mencoba untuk saling pengertian dan menghormati.
Siswa belajar untuk dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar
belakang sehingga dapat saling mengembangkan struktur kelompok dan peranan
anggota dalam kelompok.
2)
Diskusi masalah
Dalam kerja
kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan
dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk
menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari
pertanyaan yang ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru.
Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat
umum.
Agar bisa bekerja secara efektif dalam
proses pembelajaran, kelompok perlu mempunyai semangat gotong royong. Semangat
gotong royong ini dapat membina siswa dalam bekerja sama. Fase ini
mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud adalah bermusyawarah,
berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan
ide atau pendapat, dan mampu bekerja dalam kelompok, menumbuhkan sikap
ketergantungan yang positif, serta mengembangkan potensi.
Sama seperti model pembelajaran
kooperatif lainnya, NHT mampu mengembangkan keterampilan kooperatif. Melalui
strategi ini siswa dibiasakan untuk membuat kesepakatan, menghargai kontribusi,
mengambil giliran, dan berbagi tugas, mendorong teman untuk turut berpartisipasi,
mencoba menyelesaikan tugas tepat waktu mengungkapkan ketidaksetujuan dengan
cara yang dapat diterima, bersabar dan berkompromi. Dengan bekerja secara
kooperatif, kemungkinan konstruksi pengetahuan akan menjadi lebih besar untuk
siswa sehingga dapat menyusun kesimpulan yang diharapkan.
Model pembelajaran ini juga membiasakan
siswa untuk berbagi informasi kepada lainnya, berbagi ilmu kepada sesama atau
teman sejawat, sehingga strategi ini dapat meningkatkan keterampilan peer
teaching serta membangun kepercayaan diri.
Strategi NHTmenuntut siswa untuk
menguasai materi karena setelah kegiatan diskusi berakhir, siswa akan bertindak
sebagai guru bagi siswa lain dengan mempresentasikan hasil diskusinya kepada
kelompok lain di depan kelas. Pada fase ini siswa akan berusaha mencari jawaban
atas suatu pertanyaan, mencari informasi untuk memecahkan masalah atau mencari
cara untuk mengerjakan tugas bersama – sama dengan teman satu kelompok. Para
siswa akan menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek
pemahaman mereka terhadapa isi pelajaran tersebut. Oleh karena itu strategi NHT
dapat meningkatkan penguasaan akademik siswa.
3)
Tukar jawaban antar kelompok
Dalam tahap ini, guru menyebut satu
nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat
tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
Pada tahap ini siswa akan bertindak
sebagai guru bagi siswa lain dengan mempresentasikan hasil diskusinya kepada
kelompok lain di depan kelas. Siswa dilatih untuk menjadi juru bicara atau
pemimpin kelompok. Siswa memahami materi yang diberikan karena mampu
mengajarkan kepada siswa lain saat presentasi.
Pada tahap ini juga siswa lain dengan
nomor yang sama memberikan respon, tanggapan, pertanyaan atau sanggahan terhadap
jawaban siswa yang memberikan
presentasi. Siswa akan lebih memahami materi karena dijelaskan oleh teman
sebayanya melalui presentasi kelompok.
Sekali lagi pada tahap ini siswa
diajarkan untuk aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain mengungkapkan
ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima dan menunjukkan penghargaan dan
simpati dan ikut berpartisipasi dalam diskusi kelas.
2.
Materi
yang tepat dalam penggunaan model Numbered Head Together adalah :
Pada dasarnya Numbered Head Together dapat
digunakan untuk seluruh mata pelajaran. Berikut ini adalah beberapa contoh penggunaan
NHT dalam kegiatan belajar mengajar.
1)
IPA
Strategi ini dapat digunakan dalam
rangka persiapan ujian atau kuis. Berikan waktu yang cukup bagi siswa untuk
belajar bersama kelompok dan berikan pertanyaan yang berkaitan dengan tes atau
kuis. Gunakan strategi NHT, berikan pertanyaan tentang materi yang berkaitan
dengan tes atau kuis.
2)
IPS
Strategi ini dapat digunakan setelah
membaca teks suatu bab atau setelah materi dijelaskan. Beri pertanyaan yang
membutuhkan penjelasan lebih lanjut tentang teks dan minta siswa untuk
menemukan dan mendiskusikan jawaban. Jika kelompok telah siap, kaji ulang
jawaban menggunakan strategi NHT.
3)
Matematika
NHT dapat digunakan untuk memecahkan
permasalahan matematika. Berikan pertanyaan seputar tentang fakta – fakta atau
informasi yang dapat diperoleh dari suatu soal/permasalahan, cara atau solusi
memecahkan soal/permasalahan secara kelompok.
4)
Bahasa
Indonesia (Menulis)
Siswa dapat mengevaluasi kualitas
selembar tulisan dengan menggunakan rubrik. Minta siswa untuk meninjau tulisan
dalam kelompok dan memberi penilaian atas tulisan tersebut. Minta mereka untuk
merespon nilai tersebut secara rasional menggunakan strategi NHT.
5)
Bahasa
inggris (Membaca)
Pertanyaan komprehensif dapat diajukan
kepada kelompok, dan siswa dapat bekerja sama untuk menemukan jawaban.
Misalnya, ketika membaca sebuah cerita, siswa dapat diberikan tugas
menganalisis pertanyaan tentang karakter-karakter yang ada di dalam cerita baik
itu tersurat maupun tersirat atau informasi yang dapat diperoleh dari dialog
atau aksi yang dilakukan oleh karakter-karakter tersebut.
Selasa, 17 Juni 2014
Masalah dan Solusi dalam Model Pembelajaran Jigsaw
Jigsaw pertama
kali diterapkan oleh Profesor Aronson. Dalam penelitian yang Aronson lakukan
bersama mahasiswanya, timbul beberapa masalah di kelas Jigsaw akan tetapi dia
memberikan solusi/cara mengatasinya, berikut diantaranya:
Masalah
siswa yang dominan
Guru akan
mendapatkan keuntungan ketika menunjuk salah satu siswa untuk menjadi pemimpin
diskusi untuk setiap sesi, secara bergantian. Tugas pemimpin adalah bersikap
adil dan mencoba untuk membagi peran/tugas secara merata. Siswa akan cepat
menyadari bahwa kelompok jigsaw akan berjalan lebih efektif jika setiap siswa
diperbolehkan untuk menyajikan materi sebelum siswa lain memberikan pertanyaan
dan komentar. Dengan demikian, menahan diri untuk kepentingan kelompok akan
mengurangi masalah dominasi.
Masalah
siswa yang lambat
Guru harus
memastikan bahwa siswa dengan kemampuan belajar yang lambat, tidak bertindak
inferior/takut/malu ketika memberikan laporan kepada kelompok jigsaw. Jika ini
terjadi, pengalaman jigsaw bisa menjadi bumerang (situasi yang membuat rekan
setim murka). Untuk mengatasi masalah ini, teknik jigsaw bergantung pada
kelompok "ahli". Sebelum mereka menyajikan laporan untuk kelompok
jigsaw, setiap siswa masuk ke dalam kelompok ahli yang terdiri dari siswa lain
yang telah menyiapkan laporan pada topik yang sama. Dalam kelompok ahli, siswa
memiliki kesempatan untuk membahas laporan mereka dan mengubahnya berdasarkan
saran dari anggota lain dari kelompok ahli mereka. Sistem ini bekerja sangat
baik. Pada tahap awal, guru harus dapat memantau kelompok ahli dengan
hati-hati, hanya untuk memastikan bahwa setiap siswa berhasil membuat laporan
yang akurat untuk kelompok jigsawnya. Kebanyakan guru menemukan bahwa setelah
kelompok ahli menguasainya, pengamatan per individu dari dekat tidak
diperlukan.
Masalah
siswa yang pintar menjadi bosan
Kebosanan dapat
menjadi masalah di setiap kelas, terlepas dari teknik belajar yang digunakan.
Namun, penelitian menunjukkan bahwa kebosanan akan berkurang dalam kelas jigsaw
daripada di kelas tradisional. Berdasarkan laporan, Anak-anak di kelas jigsaw
lebih menyukai sekolah, dan hal ini berlaku untuk siswa-siswa pintar serta
siswa yang lebih lambat. Jika siswa pintar didorong untuk mengembangkan pola
pikir "guru" (mereka berperan sebagai guru), maka pengalaman belajar
dapat berubah dari tugas yang membosankan menjadi tantangan yang menarik. Tidak
hanya sebagai tantangan yang menghasilkan manfaat psikologis, tetapi belajar
secara menyeluruh.
Masalah
siswa yang terbiasa bersaing/berkompetisi
Jigsaw memiliki
efek kuat jika diperkenalkan di di tahun-tahun awal mereka belajar, diterapkan
lebih dari satu jam setiap hari di dalam kelas untuk mempertahankan manfaat
pembelajaran kooperatif. Butuh perjuangan untuk memperkenalkan pembelajaran
jigsaw untuk siswa yang tidak pernah mengalami pembelajaran kooperatif.
Kebiasaan lama siswa tidak mudah berubah. Tapi mereka dapat diubah, dan tidak
pernah ada kata terlambat untuk memulai. Pengalaman telah menunjukkan bahwa meskipun
umumnya berlangsung sedikit lebih lama, kebanyakan siswa yang berpartisipasi
dalam jigsaw untuk pertama kalinya menunjukkan kemampuan yang luar biasa dan
mendapatkan keuntungan dari metode pembelajaran kooperatif.
Kesimpulan
Beberapa guru
mungkin merasa bahwa mereka telah mencoba pendekatan belajar kooperatif karena
mereka beberapa kali telah menempatkan siswa dalam kelompok kecil, mengajar
mereka untuk bekerja sama. Namun pembelajaran kooperatif memerlukan lebih dari
sekedar anak-anak duduk memutari meja dan mengajarkan mereka untuk berbagi,
bekerja sama, dan bersikap baik satu sama lain. Situasi yang tidak terstruktur
dan tidak terkendali, tidak akan membuat jigsaw dan strategi stuktur kooperatif
lainnya berjalan dengan baik.
Dari penelitian
yang Aronson lakukan, semoga kita mendapatkan wawasan baru mengenai Jigsaw dan
mendapatkan cara/solusi agar permasalahan yang timbul di kelas Jigsaw dapat
kita hadapi dengan baik dan kreatif.
Jigsaw terbukti
dapat mengembangkan kompetensi - kompetensi kemampuan peserta didik yang
meliputi kemampuan bersikap (afektif) , berpikir (kognitif) dan bertindak
(psikomotor) yang kelak akan digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Ketika saya menerapkan Jigsaw dimana setiap kelompok
ahli, saya beri tugas masing - masing bertanggung jawab terhadap satu indikator
soal per Kompetensi dasar dalam SKL UN kemudian mereka harus menularkan
pengetahuan mereka kepada teman mereka yang ada di kelompok asal, ternyata
model pembelajaran ini memungkinkan setiap peserta didik menumbuhkan kemampuan
bersikap, berpikir dan bertindak seperti berlatih bertutur kata santun dan
logis, berlatih mendengarkan dengan penuh perhatian, menahan emosi dan
mengontrol diri, belajar lebih bersabar dalam memberikan pengertian kepada
anggota kelompok yang lain, belajar bekerja sama, belajar bertanggungjawab,
belajar mempresentasikan hasil belajar dengan penuh percaya diri, belajar
berkomitmen terhadap kesepakatan kelompok dan lain sebagainya. Intinya mereka
berusaha berkomunikasi dan berinteraksi dengan menggunakan semua potensi
afektif, kognitif dan psikomotoriknya. Pada model pembelajaran ini, peran guru
di dalam kelas adalah mengamati, membantu peserta didik yang mengalami
kesulitan. Khusus untuk kelas yang kurang termotivasi untuk belajar, sebagai
guru saya mencoba menyediakan fasilitas buku atau referensi yang berkaitan
dengan materi karena kebanyakan dari mereka tidak membawa buku pelajaran.
Setelah saya baca modul tentang JIgsaw, saya baru tahu jika guru harus
menyiapkan modul untuk masing -masing tugas yang akan saya berikan. Selama ini
saya meminta peserta didik untuk browsing internet dan membuat semacam kliping
tentang materi yang harus mereka kuasai. Dan selalu mendapatkan kendala ketika
mereka tidak menyiapkan materi, jigsaw tidak berjalan dengan semestinya.
Sebagai guru saya harus jeli dan peka dalam mengamati tiap-tiap kelompok baik
itu kelompok ahli maupun kelompok asal untuk memberikan motivasi dan mendorong
peserta didik apalagi untuk peserta didik yang pasif agar mau mencoba
mengerjakan soal dan membaca dari referensi yang ada atau memeriksa tingkat
pemahaman peserta didik dan memberikan penguatan kepada peserta didik .
Walaupun ternyata masih ada peserta didik yang pasif, tetapi paling tidak model
pembelajaran kooperatif lebih menggairahkan peserta didik dan menghidupkan
kelas. Salah satu hal lain yang dapat memotivasi peserta didik untuk ikut aktif
dalam jigsaw adalah Penilaian. Ketika saya melakukan penilaian per individu,
peserta didik kurang termotivasi, tetapi ketika penilaian individu menentukan
penilaian kelompok, dan ada penghargaan untuk kelompok terbaik, mereka lebih
termotivasi dan bersemangat. Permasalahan yang saya temui di awal saya
menerapkan jigsaw, yaitu terlalu bising ketika harus mengatur letak duduk
ternyata tidak saya temukan di pertemuan berikutnya karena mereka sudah paham
harus bagaimana mengatur bangku dan meja ketika berada di kelompok ahli ataupun
kelompok asal. Pokoke jigsaw sangat mengasyikkan tidak hanya untuk peserta
didik tetapi juga bagi guru.
Kelompok Belajar Kooperatif Versus Kelompok Belajar Tradisional
Menurut Melissa Kelly dalam tulisannya “Cooperative
Learning versus Traditional Learning for Group Activities”, ada beberapa
perbedaan antara pembelajaran Kooperatif dengan kegiatan kelompok belajar
tradisional.
Faktor
|
Kelompok Belajar
Tradisional
|
Kelompok Pembelajaran
Kooperatif
|
Ketergantungan
|
Diantara peserta didik tidak ada saling
ketergantungan. Tidak ada perasaan atau interaksi positif dimana mereka
saling membutuhkan untuk bekerja sama menyelesaikan tugas.
|
Peserta didik termotivasi untuk bekerja sebagai satu
tim/kelompok untuk mencapai kesuksesan bersama.
|
Akuntabilitas/
Pertanggungjawaban
|
Dalam kelompok belajar tradisional tidak ada
pertanggungjawaban individu. Hal inilah yang sering membuat kegagalan dan
kekecewa an bagi peserta didik yang bekerja paling banyak. Penilaian untuk
semua peserta didik di dalam kelompok adalah sama, hal ini dapat menyebabkan
peserta didik yang kurang termotivasi menyerahkan semua penyelesaian tugas
kepada peserta didik yang lebih termotivasi.
|
Di dalam kelompok belajar kooperatif, seluruh
peserta didik harus mempertanggungjawabkan perannya masing – masing dalam
bentuk rubrik, ada observasi guru dan ada evaluasi dari teman sejawat.
|
Kepemimpinan
|
Biasanya, dalam kelompok belajar tradisional
ditunjuk satu peserta didik sebagai pemimpin kelompok.
|
Dalam kelompok belajar kooperatif, seluruh peserta
didik berbagai peran kepemimpinan sehingga mereka merasa memiliki dan
bahu membahu menyelesaikan tugas.
|
Tanggung jawab
|
Karena semua kelompok belajar tradisional
diperlakukan secara sama, maka peserta didik biasanya menyelesaikan tugas dan
bertanggungjawab hanya untuk kelompoknya masing – masing. Tidak ada rasa
ingin berbagi tanggung jawab.
|
Dalam kelompok belajar kooperatif, peserta didik
diharapkan berbagi tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas
|
Keterampilan sosial
|
Dalam kelompok belajar tradisional, keterampilan
sosial biasanya diabaikan. Tidak ada dinamika kelompok dan kerja tim.
|
Pembelajaran kooperatif adalah tentang kerja tim.
Hal ini sering ditekankan dan di akhir pembelajaran akan di nilai.
|
Keterlibatan guru
|
Guru akan memberikan tugas seperti membagi kertas
kerja (LKS) dan memberikan waktu kepada peserta didik untuk menyelesaikan
tugas. Guru tidak mengamati atau campur tangan di dalam kelompok.
|
Karena pembelajaran kooperatif adalah kerja tim dan
dinamika kelompok maka guru memberikan tugas dengan rubrik penilaian untuk
masing – masing peserta didik, guru secara langsung terlibat dalam mengamati
dan campur tangan untuk memastikan kerja tim yang efektif dalam kelompok
belajar.
|
Evaluasi Kelompok
|
Dalam kelompok belajar tradisional, peserta didik
tidak memiliki alasan untuk menilai seberapa baik mereka bekerja sebagai satu
tim/kelompok. Kadang kala salah satu peserta didik merasa bahwa merekalah
yang telah melakukan seluruh tugas yang diberikan.
|
Peserta didik diharapkan dapat menilai efektifvitas
mereka dalam kelompok. Guru akan menyerahkan penilaian kepada peserta didik
yaitu dengan menjawab pertanyaan atau menilai tiap-tiap anggota
tim/kelompok termasuk diri mereka sendiri dan mendiskusikan permasalahan yang
muncul dalam kerja tim.
|
Menurut Melissa, kegiatan kelompok belajar kooperatif
memang membutuhkan waktu dan penilaian yang lebih lama tetapi lebih efektif
dalam membantu peserta didik belajar sebagai bagian dari sebuah tim/kelompok.
Banyak acara TV yang memberikan contoh kelompok
belajar/ kerja kooperatif. Salah satunya adalah “MASTER CHEF”. Walaupun mereka
bersaing satu sama lain, tetapi ketika mereka dituntut untuk bekerja sama dalam
satu tim, maka mereka harus mengerahkan seluruh kemampuan yang mereka miliki
untuk menyelesaikan tugas kelompok jika mereka tidak ingin tereliminasi.
Walaupun pada dasarnya, para juri telah memberikan penilaian kepada masing –
masing peserta berdasarkan hasil observasi dan hasil akhir kinerja mereka,
namun pada saat penentuan siapa yang akan tereliminasi, masing – masing peserta
dalam kelompok tersebut diberikan kesempatan untuk menilai kinerja dan perannya
serta teman- temannya dan memperkirakan siapa yang harus tereliminasi.
Seperti yang diketahui model pembelajaran kooperatif memiliki keuntungan, diantaranya adalah guru dapat menggunakan berbagai variasi model pembelajaan kooperatif sesuai dengan karakteristik konsep materi yang akan disampaikan kepada peserta didik sehingga peserta didik tidak akan mudah bosan karena model pembelajaran yang bervariasi. Melalui pembelajaran kooperatif diharapkan peserta didik memiliki semangat untuk bekerja sama dalam mencapai keberhasilan. Dalam pembelajaran kooperatif guru tidak hanya dapat meningkatkan hasil belajar akademik tetapi juga mengembangkan keterampilan sosial peserta didik, menyiapkan peserta didik untuk menyadari dan menerima adanya perbedaan individu di dalam masyarakat. Hal ini sesuai dengan tuntunan kurikulum 2013 yaitu meningkatkan kompetensi peserta didik yaitu kompetensi agama, sosial , akademik dan keterampilan. Jadi menurut saya model pembelajaran kooperatif sangat baik digunakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Di dalam kurikulum 2013 ada pergeseran paradigma belajar yaitu model pembelajaran diarahkan untuk mendorong peserta didik untuk mampu merumuskan masalah (menanya), bukan hanya menyelesaikan masalah (menjawab), melatih berfikir analitis (pengambilan keputusan), menekankan pentingnya kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah. Kurikulum ini hadir untuk menjawab tantangan eksternal diantaranya adalah mencapai kompetensi masa depan seperti mampu berkomunikasi, mampu berpikir jernih dan kritis, mampu mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, mampu menjadi pribadi yang bertanggungjawab, mampu mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda, mampu hidup dalam masyarakat yang mengglobal. Para pendidik diharapkan mampu menekankan kemampuan berbahasa siswa sebagai alat komunikasi, pembawa pengetahuan dan berfikir logis, sistematis dan kreatif, mengukur proses kerja siswa bukan hanya hasil kerja siswa. Salah satu model pembelajaran yang mendukung kurikulum 2013 adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif membantu peserta didik untuk aktif terlibat dalam mencapai tujuan dari pembelajaran, mengatasi permasalahan yang muncul di antara teman dan meningkatkan kemampuan bekerja sama dengan orang lain yang memiliki karakteristik berbeda - beda. Dalam pembelajaran kooperatif guru diharapkan memberikan sejumlah bantuan kepada peserta didik pada tahap awal pembelajaran baik itu berupa penjelasan konsep materi ajar, prosedur pelaksanaan kegiatan, kriteria – kriteria keberhasilan atau karakter yang harus dikembangkan peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. Selanjutnya, guru memberikan kesempatan sebesar – besarnya kepada peserta didik untuk mencoba berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran guna mencapai tujuan pembelajaran dan mengerjakan sendiri tugas – tugas yang diberikan. Ini berarti, guru tidak perlu memberikan ceramah yang panjang dan membuat peserta didik kebosanan mendengarnya. Melalui pembelajaran kooperatif peserta didik dilatih untuk mencari dan bertukar informasi/pengetahuan dan bekerja sama untuk menyelesaikan masalah atau tugas yang diberikan.
Seperti yang diketahui model pembelajaran kooperatif memiliki keuntungan, diantaranya adalah guru dapat menggunakan berbagai variasi model pembelajaan kooperatif sesuai dengan karakteristik konsep materi yang akan disampaikan kepada peserta didik sehingga peserta didik tidak akan mudah bosan karena model pembelajaran yang bervariasi. Melalui pembelajaran kooperatif diharapkan peserta didik memiliki semangat untuk bekerja sama dalam mencapai keberhasilan. Dalam pembelajaran kooperatif guru tidak hanya dapat meningkatkan hasil belajar akademik tetapi juga mengembangkan keterampilan sosial peserta didik, menyiapkan peserta didik untuk menyadari dan menerima adanya perbedaan individu di dalam masyarakat. Hal ini sesuai dengan tuntunan kurikulum 2013 yaitu meningkatkan kompetensi peserta didik yaitu kompetensi agama, sosial , akademik dan keterampilan. Jadi menurut saya model pembelajaran kooperatif sangat baik digunakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Di dalam kurikulum 2013 ada pergeseran paradigma belajar yaitu model pembelajaran diarahkan untuk mendorong peserta didik untuk mampu merumuskan masalah (menanya), bukan hanya menyelesaikan masalah (menjawab), melatih berfikir analitis (pengambilan keputusan), menekankan pentingnya kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah. Kurikulum ini hadir untuk menjawab tantangan eksternal diantaranya adalah mencapai kompetensi masa depan seperti mampu berkomunikasi, mampu berpikir jernih dan kritis, mampu mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, mampu menjadi pribadi yang bertanggungjawab, mampu mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda, mampu hidup dalam masyarakat yang mengglobal. Para pendidik diharapkan mampu menekankan kemampuan berbahasa siswa sebagai alat komunikasi, pembawa pengetahuan dan berfikir logis, sistematis dan kreatif, mengukur proses kerja siswa bukan hanya hasil kerja siswa. Salah satu model pembelajaran yang mendukung kurikulum 2013 adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif membantu peserta didik untuk aktif terlibat dalam mencapai tujuan dari pembelajaran, mengatasi permasalahan yang muncul di antara teman dan meningkatkan kemampuan bekerja sama dengan orang lain yang memiliki karakteristik berbeda - beda. Dalam pembelajaran kooperatif guru diharapkan memberikan sejumlah bantuan kepada peserta didik pada tahap awal pembelajaran baik itu berupa penjelasan konsep materi ajar, prosedur pelaksanaan kegiatan, kriteria – kriteria keberhasilan atau karakter yang harus dikembangkan peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. Selanjutnya, guru memberikan kesempatan sebesar – besarnya kepada peserta didik untuk mencoba berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran guna mencapai tujuan pembelajaran dan mengerjakan sendiri tugas – tugas yang diberikan. Ini berarti, guru tidak perlu memberikan ceramah yang panjang dan membuat peserta didik kebosanan mendengarnya. Melalui pembelajaran kooperatif peserta didik dilatih untuk mencari dan bertukar informasi/pengetahuan dan bekerja sama untuk menyelesaikan masalah atau tugas yang diberikan.
Senin, 09 Juni 2014
Rabu, 30 April 2014
Jumat, 18 April 2014
Selasa, 14 Januari 2014
Langganan:
Postingan (Atom)
Comment Box is loading comments...