Selasa, 17 Juni 2014

Masalah dan Solusi dalam Model Pembelajaran Jigsaw


Jigsaw pertama kali diterapkan oleh Profesor Aronson. Dalam penelitian yang Aronson lakukan bersama mahasiswanya, timbul beberapa masalah di kelas Jigsaw akan tetapi dia memberikan solusi/cara mengatasinya, berikut diantaranya:

Masalah siswa yang dominan
Guru akan mendapatkan keuntungan ketika menunjuk salah satu siswa untuk menjadi pemimpin diskusi untuk setiap sesi, secara bergantian. Tugas pemimpin adalah bersikap adil dan mencoba untuk membagi peran/tugas secara merata. Siswa akan cepat menyadari bahwa kelompok jigsaw akan berjalan lebih efektif jika setiap siswa diperbolehkan untuk menyajikan materi sebelum siswa lain memberikan pertanyaan dan komentar. Dengan demikian, menahan diri untuk kepentingan kelompok akan mengurangi masalah dominasi.

Masalah siswa yang lambat
Guru harus memastikan bahwa siswa dengan kemampuan belajar yang lambat, tidak bertindak inferior/takut/malu ketika memberikan laporan kepada kelompok jigsaw. Jika ini terjadi, pengalaman jigsaw bisa menjadi bumerang (situasi yang membuat rekan setim murka). Untuk mengatasi masalah ini, teknik jigsaw bergantung pada kelompok "ahli". Sebelum mereka menyajikan laporan untuk kelompok jigsaw, setiap siswa masuk ke dalam kelompok ahli yang terdiri dari siswa lain yang telah menyiapkan laporan pada topik yang sama. Dalam kelompok ahli, siswa memiliki kesempatan untuk membahas laporan mereka dan mengubahnya berdasarkan saran dari anggota lain dari kelompok ahli mereka. Sistem ini bekerja sangat baik. Pada tahap awal, guru harus dapat memantau kelompok ahli dengan hati-hati, hanya untuk memastikan bahwa setiap siswa berhasil membuat laporan yang akurat untuk kelompok jigsawnya. Kebanyakan guru menemukan bahwa setelah kelompok ahli menguasainya, pengamatan per individu dari dekat tidak diperlukan.

Masalah siswa yang pintar menjadi bosan
Kebosanan dapat menjadi masalah di setiap kelas, terlepas dari teknik belajar yang digunakan. Namun, penelitian menunjukkan bahwa kebosanan akan berkurang dalam kelas jigsaw daripada di kelas tradisional. Berdasarkan laporan, Anak-anak di kelas jigsaw lebih menyukai sekolah, dan hal ini berlaku untuk siswa-siswa pintar serta siswa yang lebih lambat. Jika siswa pintar didorong untuk mengembangkan pola pikir "guru" (mereka berperan sebagai guru), maka pengalaman belajar dapat berubah dari tugas yang membosankan menjadi tantangan yang menarik. Tidak hanya sebagai tantangan yang menghasilkan manfaat psikologis, tetapi belajar secara menyeluruh.

Masalah siswa yang terbiasa bersaing/berkompetisi
Jigsaw memiliki efek kuat jika diperkenalkan di di tahun-tahun awal mereka belajar, diterapkan lebih dari satu jam setiap hari di dalam kelas untuk mempertahankan manfaat pembelajaran kooperatif. Butuh perjuangan untuk memperkenalkan pembelajaran jigsaw untuk siswa yang tidak pernah mengalami pembelajaran kooperatif. Kebiasaan lama siswa tidak mudah berubah. Tapi mereka dapat diubah, dan tidak pernah ada kata terlambat untuk memulai. Pengalaman telah menunjukkan bahwa meskipun umumnya berlangsung sedikit lebih lama, kebanyakan siswa yang berpartisipasi dalam jigsaw untuk pertama kalinya menunjukkan kemampuan yang luar biasa dan mendapatkan keuntungan dari metode pembelajaran kooperatif.

  
Kesimpulan
Beberapa guru mungkin merasa bahwa mereka telah mencoba pendekatan belajar kooperatif karena mereka beberapa kali telah menempatkan siswa dalam kelompok kecil, mengajar mereka untuk bekerja sama. Namun pembelajaran kooperatif memerlukan lebih dari sekedar anak-anak duduk memutari meja dan mengajarkan mereka untuk berbagi, bekerja sama, dan bersikap baik satu sama lain. Situasi yang tidak terstruktur dan tidak terkendali, tidak akan membuat jigsaw dan strategi stuktur kooperatif lainnya berjalan dengan baik.

Dari penelitian yang Aronson lakukan, semoga kita mendapatkan wawasan baru mengenai Jigsaw dan mendapatkan cara/solusi agar permasalahan yang timbul di kelas Jigsaw dapat kita hadapi dengan baik dan kreatif.

Jigsaw terbukti dapat mengembangkan kompetensi - kompetensi kemampuan peserta didik yang meliputi kemampuan bersikap (afektif) , berpikir (kognitif) dan bertindak (psikomotor) yang kelak akan digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Ketika saya menerapkan Jigsaw dimana setiap kelompok ahli, saya beri tugas masing - masing bertanggung jawab terhadap satu indikator soal per Kompetensi dasar dalam SKL UN kemudian mereka harus menularkan pengetahuan mereka kepada teman mereka yang ada di kelompok asal, ternyata model pembelajaran ini memungkinkan setiap peserta didik menumbuhkan kemampuan bersikap, berpikir dan bertindak seperti berlatih bertutur kata santun dan logis, berlatih mendengarkan dengan penuh perhatian, menahan emosi dan mengontrol diri, belajar lebih bersabar dalam memberikan pengertian kepada anggota kelompok yang lain, belajar bekerja sama, belajar bertanggungjawab, belajar mempresentasikan hasil belajar dengan penuh percaya diri, belajar berkomitmen terhadap kesepakatan kelompok dan lain sebagainya. Intinya mereka berusaha berkomunikasi dan berinteraksi dengan menggunakan semua potensi afektif, kognitif dan psikomotoriknya. Pada model pembelajaran ini, peran guru di dalam kelas adalah mengamati, membantu peserta didik yang mengalami kesulitan. Khusus untuk kelas yang kurang termotivasi untuk belajar, sebagai guru saya mencoba menyediakan fasilitas buku atau referensi yang berkaitan dengan materi karena kebanyakan dari mereka tidak membawa buku pelajaran. Setelah saya baca modul tentang JIgsaw, saya baru tahu jika guru harus menyiapkan modul untuk masing -masing tugas yang akan saya berikan. Selama ini saya meminta peserta didik untuk browsing internet dan membuat semacam kliping tentang materi yang harus mereka kuasai. Dan selalu mendapatkan kendala ketika mereka tidak menyiapkan materi, jigsaw tidak berjalan dengan semestinya. Sebagai guru saya harus jeli dan peka dalam mengamati tiap-tiap kelompok baik itu kelompok ahli maupun kelompok asal untuk memberikan motivasi dan mendorong peserta didik apalagi untuk peserta didik yang pasif agar mau mencoba mengerjakan soal dan membaca dari referensi yang ada atau memeriksa tingkat pemahaman peserta didik dan memberikan penguatan kepada peserta didik . Walaupun ternyata masih ada peserta didik yang pasif, tetapi paling tidak model pembelajaran kooperatif lebih menggairahkan peserta didik dan menghidupkan kelas. Salah satu hal lain yang dapat memotivasi peserta didik untuk ikut aktif dalam jigsaw adalah Penilaian. Ketika saya melakukan penilaian per individu, peserta didik kurang termotivasi, tetapi ketika penilaian individu menentukan penilaian kelompok, dan ada penghargaan untuk kelompok terbaik, mereka lebih termotivasi dan bersemangat. Permasalahan yang saya temui di awal saya menerapkan jigsaw, yaitu terlalu bising ketika harus mengatur letak duduk ternyata tidak saya temukan di pertemuan berikutnya karena mereka sudah paham harus bagaimana mengatur bangku dan meja ketika berada di kelompok ahli ataupun kelompok asal. Pokoke jigsaw sangat mengasyikkan tidak hanya untuk peserta didik tetapi juga bagi guru.

Tidak ada komentar:

Comment Box is loading comments...