Minggu, 22 Juni 2014

RPP Model PBM


Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

Pembelajaran dengan model PBM dapat diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu dan dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran di madrasah. Ciri PBM adalah memecahkan masalah dengan melibatkan berbagai mata pelajaran (multidisiplin). Masalah atau pertanyaan yang diajukan dalam PBM bersifat autentik, berakar pada kehidupan dan kegiatan nyata yang memungkinkan adanya berbagai macam solusi atau pemecahan. Peserta didik meninjau masalah dari banyak segi atau mengkaitkannya dengan berbagai disiplin ilmu.  

Agar penerapan PBM di madrasah bisa optimal, diperlukan perencanaan yang matang oleh guru agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Ada beberapa tahapan yang perlu dipersiapkan oleh guru dalam mengimplementasikan model PBM, yaitu : perencanaan, tugas interaktif, lingkungan belajar, penilaian dan evaluasi.
a.   Dalam tahapan perencanaan, yang harus dirancang adalah tujuan yang hendak dicapai, masalah yang akan diselidiki dan materi atau peralatan yang dibutuhkan dalam penyelidikan peserta didik.
b.    Pada tahapan persiapan tugas interaktif, guru menyiapkan arah yang jelas kepada peserta didik dalam menyelesaikan proyek. Guru menyiapkan rangkaian kegiatan yang akan dilakukan peserta didik dengan rinci, mulai dari menyiapkan tujuan pembelajaran, kegiatan, instrumen, hingga kriteria keberhasilan dan evaluasi pembelajaran termasuk cara mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok PBM. Guru juga menyiapkan cara atau media yang digunakan untuk membantu peserta didik dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber, menganalisis dan mengevaluasi.
c.     Dalam rangka persiapan lingkungan belajar, guru menyiapkan seperangkat aturan yang jelas agar pembelajaran dapat berlangsung tertib, panduan mengenai cara mengelola kerja kelompok, dan aturan dan prosedur yang jelas dalam pengelolaan, penyimpanan, dan pendistribusian bahan, aturan, tata krama dan sopan santun untuk mengendalikan tingkah laku peserta didik ketika  melakukan penyelidikan.
d.    Pada tahapan persiapan penilaian dan evaluasi, guru menyiapkan prosedur penilaian yang akan digunakan untuk mengukur pekerjaan peserta didik.

Dalam PBM guru harus berperan sebagai fasilitator agar pembelajaran tetap berjalan sesuai rencana. Menurut Terry Barret dalam tulisannya, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadi fasilitator PBM yang baik, diantaranya adalah : 1)   Permasalahan harus menarik dan mendorong rasa ingin tahu 2)  Tidak menggunakan metode ceramah 3) Memberi batas toleransi suara ketika diskusi berlangsung 4) mendorong peserta didik untuk saling berbicara atau berdiskusi dan bukan berbicara atau berdiskusi dengan guru  5)  Pastikan kelompok setuju tentang permasalahan pembelajaran yang diangkat sebelum diskusi berakhir  6) Tunjukkan sumber informasi yang akurat yang dapat digunakan peserta didik dalam menyelidiki permasalahn pembelajaran  8)   Ingatkan peserta didik akan tujuan pembelajaran dan hasil yang harus dicapai  9)   Siapkan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didik  10)  Jadilah diri sendiri 

Kamis, 19 Juni 2014

Tes Potensi Akademik (TPA) Quiz


RPP Model Pembelajaran Think Pair And Share (TPS)


Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Materi Sistem Tata Surya menggunakan Model Pembelajaran Think, Pair, and Share (TPS)

Model Think Pair and Share (TPS)


1    DESKRIPSI TENTANG MODEL THINK PAIR AND SHARE

Ciri utama pada model pembelajaran kooperatif tipe think pair share adalah tiga langkah utamanya yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran, yaitu langkah think (berpikir secara individual) , pair (berpasangan dengan teman), dan share (berbagi jawaban dengan teman yang lain atau seluruh kelas)

1)      Think (berpikir secara individual)

Pada tahap think, guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan siswa diminta untuk berpikir secara mandiri mengenai pertanyaan atau masalah yang diajukan. Pada tahapan ini, siswa sebaiknya diminta untuk menuliskan jawaban mereka, hal ini karena guru tidak dapat memantau semua jawaban siswa sehingga melalui catatan tersebut guru dapat mengetahui jawaban yang harus diperbaiki atau diluruskan di akhir pembelajaran. Dalam menentukan batasan waktu untuk tahap ini, guru mempertimbangkan pengetahuan dasar siswa untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, jenis dan bentuk pertanyaan yang diberikan serta alokasi waktu pembelajaran untuk setiap kali pertemuan.

Kelebihan dari tahap ini adalah guru memberikan waktu yang cukup untuk siswa berpikir sehingga memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban mereka sendiri sebelum pertanyaan tersebut dijawab oleh siswa lain. Siswa juga mempunyai cukup waktu untuk menggali informasi sehingga mendapatkan pengetahuan baru dan menyeluruh berkaitan dengan materi pembelajaran. Selain itu, guru dapat mengurangi masalah adanya siswa yang mengobrol, karena setiap siswa memiliki tugas untuk merumuskan dan menuliskan jawaban mereka sendiri.

2)      Pair (berpasangan dengan teman)
Langkah kedua adalah guru meminta para siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama. Biasanya guru mengizinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan. Setiap pasangan siswa saling berdiskusi mengenai hasil jawaban mereka sebelumnya sehingga akan diperoleh hasil akhir yang lebih baik, karena siswa mendapat tambahan informasi dan pemecahan masalah yang lain. Sebaiknya guru mengatur giliran berbicara untuk masing-masing siswa dalam pasangan, agar setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk berbicara dan mendengarkan pendapat orang lain.

Kelebihan dari tahap ini adalah masing-masing siswa dalam pasangan diberikan waktu secara bergiliran untuk mengutarakan jawaban dan argumennya masing-masing.  Siswa dilatih dan diasah agar memiliki keterampilan sosial dalam hal ini kemampuan mengutarakan pendapat kepada orang lain, menghargai pendapat dan membuat dan menerima kesepakatan  bersama sebelum pada akhirnya mereka melaporkan jawaban hasil diskusi mereka di depan kelas.

3)      Share (berbagi jawaban dengan siswa lain atau seluruh kelas)

Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi hasil pemikiran mereka dengan siswa lain atau dengan seluruh kelas. Pada langkah ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separuh dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor. Langkah ini menolong agar semua kelompok menjadi lebih memahami mengenai pemecahan masalah yang diberikan berdasarkan penjelasan kelompok yang lain. Hal ini juga agar siswa benar-benar mengerti ketika guru memberikan koreksi maupun penguatan di akhir pembelajaran.


2                 PERBEDAAN THINK PAIR SHARE DENGAN 2 MODEL PEMBELAJARAN LAIN

TPS
STAD
Jigsaw
Keluasan materi
Informasi akademik mulai dari yang sederhana hingga kompleks
Informasi kademik sederhana
Informasi akademik secara menyeluruh 
Bentuk kerja
Kerja individu dan kerja sama kelompok
Kerja sama kelompok
Kerja sama kelompok
Struktur kelompok
Kelompok belajar heterogen berpasangan terdiri atas 2 siswa
kelompok belajar
heterogen terdiri dari 4-6 siswa
kelompok belajar heterogen terdiri dari 4-6 siswa, menggunakan pola “kelompok asal” dan
“kelompok ahli”
Tugas utama
Siswa mengerjakan tugas secara individu kemudian berbagi informasi dengan pasangannya dan membuat laporan
Saling bantu membantu untuk memperdalam
materi yang sudah diberikan
Siswa mempelajari materi dalam “kelompok ahli”, Kemudian membantu anggota “kelompok asal”
mempelajari materi itu
Penilaian
Tes individual dan kelompok
Tes individual
Tes individual atau kelompok
Karakteristik
Tiga langkah utama pada model pembelajaran TPS, think (berpikir mandiri), pair (berpasangan dan berdiskusi) dan share (berbagi informasi/laporan dengan teman lain atau seluruh kelas)
Penilaian kelompok merupakan penjumlahan atau rata-rata dari hasil tes individual masing – masing anggotanya.
Siswa berdiskusi dalam kelompok ahli untuk mempelajari dan menguasai sub materi yang sama. Setelah diskusi selesai, anggota kembali dalam kelompok asal untuk bergiliran mengajar teman satu kelompok mereka tentang  sub materi yang mereka dikuasai sehingga mendapatkan pengetahuan secara menyeluruh.


Rabu, 18 Juni 2014

RPP Numbered Head Together (NHT)


RPP Sistem Tata Surya menggunakan Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)

Numbered Head Together (NHT)


1.        Berdasarkan sintaks NHT, kita dapat membuktikan bahwa Numbered Head Together  dapat meningkatkan pengetahuan akademik (knowledge) maupun keterampilan (skill). 

1)        Pembentukan kelompok
Guru membagi  para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Pengelompokkan berdasarkan kemampuan akademis biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan tinggi, dua orang berkemampuan sedang dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis rendah. Hal ini dapat dilakukan setelah guru mengadakan pretes (tes awal).
Pada fase ini siswa harus mencoba memperhatikan tingkah laku teman satu kelompok atau anggota kelompok lain dan mencoba untuk saling pengertian dan menghormati. Siswa belajar untuk dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang sehingga dapat saling mengembangkan struktur kelompok dan peranan anggota dalam kelompok.

2)        Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.

Agar bisa bekerja secara efektif dalam proses pembelajaran, kelompok perlu mempunyai semangat gotong royong. Semangat gotong royong ini dapat membina siswa dalam bekerja sama. Fase ini mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud adalah bermusyawarah, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, dan mampu bekerja dalam kelompok, menumbuhkan sikap ketergantungan yang positif, serta mengembangkan potensi.

Sama seperti model pembelajaran kooperatif lainnya, NHT mampu mengembangkan keterampilan kooperatif. Melalui strategi ini siswa dibiasakan untuk membuat kesepakatan, menghargai kontribusi, mengambil giliran, dan berbagi tugas, mendorong teman untuk turut berpartisipasi, mencoba menyelesaikan tugas tepat waktu mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima, bersabar dan berkompromi. Dengan bekerja secara kooperatif, kemungkinan konstruksi pengetahuan akan menjadi lebih besar untuk siswa sehingga dapat menyusun kesimpulan yang diharapkan.

Model pembelajaran ini juga membiasakan siswa untuk berbagi informasi kepada lainnya, berbagi ilmu kepada sesama atau teman sejawat, sehingga strategi ini dapat meningkatkan keterampilan peer teaching serta membangun kepercayaan diri.

Strategi NHTmenuntut siswa untuk menguasai materi karena setelah kegiatan diskusi berakhir, siswa akan bertindak sebagai guru bagi siswa lain dengan mempresentasikan hasil diskusinya kepada kelompok lain di depan kelas. Pada fase ini siswa akan berusaha mencari jawaban atas suatu pertanyaan, mencari informasi untuk memecahkan masalah atau mencari cara untuk mengerjakan tugas bersama – sama dengan teman satu kelompok. Para siswa akan menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadapa isi pelajaran tersebut. Oleh karena itu strategi NHT dapat meningkatkan penguasaan akademik siswa. 

3)        Tukar jawaban antar kelompok
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.

Pada tahap ini siswa akan bertindak sebagai guru bagi siswa lain dengan mempresentasikan hasil diskusinya kepada kelompok lain di depan kelas. Siswa dilatih untuk menjadi juru bicara atau pemimpin kelompok. Siswa memahami materi yang diberikan karena mampu mengajarkan kepada siswa lain saat presentasi.

Pada tahap ini juga siswa lain dengan nomor yang sama memberikan respon, tanggapan, pertanyaan atau sanggahan terhadap jawaban siswa yang  memberikan presentasi. Siswa akan lebih memahami materi karena dijelaskan oleh teman sebayanya melalui presentasi kelompok.

Sekali lagi pada tahap ini siswa diajarkan untuk aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima dan menunjukkan penghargaan dan simpati dan ikut berpartisipasi dalam diskusi kelas.


2.        Materi yang tepat dalam penggunaan model Numbered Head Together adalah :

Pada dasarnya Numbered Head Together dapat digunakan untuk seluruh mata pelajaran. Berikut ini adalah beberapa contoh penggunaan NHT dalam kegiatan belajar mengajar.
1)        IPA
Strategi ini dapat digunakan dalam rangka persiapan ujian atau kuis. Berikan waktu yang cukup bagi siswa untuk belajar bersama kelompok dan berikan pertanyaan yang berkaitan dengan tes atau kuis. Gunakan strategi NHT, berikan pertanyaan tentang materi yang berkaitan dengan tes atau kuis.

2)        IPS
Strategi ini dapat digunakan setelah membaca teks suatu bab atau setelah materi dijelaskan. Beri pertanyaan yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut tentang teks dan minta siswa untuk menemukan dan mendiskusikan jawaban. Jika kelompok telah siap, kaji ulang jawaban menggunakan strategi NHT.

3)        Matematika
NHT dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan matematika. Berikan pertanyaan seputar tentang fakta – fakta atau informasi yang dapat diperoleh dari suatu soal/permasalahan, cara atau solusi memecahkan soal/permasalahan secara kelompok.

4)        Bahasa Indonesia (Menulis)
Siswa dapat mengevaluasi kualitas selembar tulisan dengan menggunakan rubrik. Minta siswa untuk meninjau tulisan dalam kelompok dan memberi penilaian atas tulisan tersebut. Minta mereka untuk merespon nilai tersebut secara rasional menggunakan strategi NHT.

5)        Bahasa inggris (Membaca)

Pertanyaan komprehensif dapat diajukan kepada kelompok, dan siswa dapat bekerja sama untuk menemukan jawaban. Misalnya, ketika membaca sebuah cerita, siswa dapat diberikan tugas menganalisis pertanyaan tentang karakter-karakter yang ada di dalam cerita baik itu tersurat maupun tersirat atau informasi yang dapat diperoleh dari dialog atau aksi yang dilakukan oleh karakter-karakter tersebut.

Selasa, 17 Juni 2014

Masalah dan Solusi dalam Model Pembelajaran Jigsaw


Jigsaw pertama kali diterapkan oleh Profesor Aronson. Dalam penelitian yang Aronson lakukan bersama mahasiswanya, timbul beberapa masalah di kelas Jigsaw akan tetapi dia memberikan solusi/cara mengatasinya, berikut diantaranya:

Masalah siswa yang dominan
Guru akan mendapatkan keuntungan ketika menunjuk salah satu siswa untuk menjadi pemimpin diskusi untuk setiap sesi, secara bergantian. Tugas pemimpin adalah bersikap adil dan mencoba untuk membagi peran/tugas secara merata. Siswa akan cepat menyadari bahwa kelompok jigsaw akan berjalan lebih efektif jika setiap siswa diperbolehkan untuk menyajikan materi sebelum siswa lain memberikan pertanyaan dan komentar. Dengan demikian, menahan diri untuk kepentingan kelompok akan mengurangi masalah dominasi.

Masalah siswa yang lambat
Guru harus memastikan bahwa siswa dengan kemampuan belajar yang lambat, tidak bertindak inferior/takut/malu ketika memberikan laporan kepada kelompok jigsaw. Jika ini terjadi, pengalaman jigsaw bisa menjadi bumerang (situasi yang membuat rekan setim murka). Untuk mengatasi masalah ini, teknik jigsaw bergantung pada kelompok "ahli". Sebelum mereka menyajikan laporan untuk kelompok jigsaw, setiap siswa masuk ke dalam kelompok ahli yang terdiri dari siswa lain yang telah menyiapkan laporan pada topik yang sama. Dalam kelompok ahli, siswa memiliki kesempatan untuk membahas laporan mereka dan mengubahnya berdasarkan saran dari anggota lain dari kelompok ahli mereka. Sistem ini bekerja sangat baik. Pada tahap awal, guru harus dapat memantau kelompok ahli dengan hati-hati, hanya untuk memastikan bahwa setiap siswa berhasil membuat laporan yang akurat untuk kelompok jigsawnya. Kebanyakan guru menemukan bahwa setelah kelompok ahli menguasainya, pengamatan per individu dari dekat tidak diperlukan.

Masalah siswa yang pintar menjadi bosan
Kebosanan dapat menjadi masalah di setiap kelas, terlepas dari teknik belajar yang digunakan. Namun, penelitian menunjukkan bahwa kebosanan akan berkurang dalam kelas jigsaw daripada di kelas tradisional. Berdasarkan laporan, Anak-anak di kelas jigsaw lebih menyukai sekolah, dan hal ini berlaku untuk siswa-siswa pintar serta siswa yang lebih lambat. Jika siswa pintar didorong untuk mengembangkan pola pikir "guru" (mereka berperan sebagai guru), maka pengalaman belajar dapat berubah dari tugas yang membosankan menjadi tantangan yang menarik. Tidak hanya sebagai tantangan yang menghasilkan manfaat psikologis, tetapi belajar secara menyeluruh.

Masalah siswa yang terbiasa bersaing/berkompetisi
Jigsaw memiliki efek kuat jika diperkenalkan di di tahun-tahun awal mereka belajar, diterapkan lebih dari satu jam setiap hari di dalam kelas untuk mempertahankan manfaat pembelajaran kooperatif. Butuh perjuangan untuk memperkenalkan pembelajaran jigsaw untuk siswa yang tidak pernah mengalami pembelajaran kooperatif. Kebiasaan lama siswa tidak mudah berubah. Tapi mereka dapat diubah, dan tidak pernah ada kata terlambat untuk memulai. Pengalaman telah menunjukkan bahwa meskipun umumnya berlangsung sedikit lebih lama, kebanyakan siswa yang berpartisipasi dalam jigsaw untuk pertama kalinya menunjukkan kemampuan yang luar biasa dan mendapatkan keuntungan dari metode pembelajaran kooperatif.

  
Kesimpulan
Beberapa guru mungkin merasa bahwa mereka telah mencoba pendekatan belajar kooperatif karena mereka beberapa kali telah menempatkan siswa dalam kelompok kecil, mengajar mereka untuk bekerja sama. Namun pembelajaran kooperatif memerlukan lebih dari sekedar anak-anak duduk memutari meja dan mengajarkan mereka untuk berbagi, bekerja sama, dan bersikap baik satu sama lain. Situasi yang tidak terstruktur dan tidak terkendali, tidak akan membuat jigsaw dan strategi stuktur kooperatif lainnya berjalan dengan baik.

Dari penelitian yang Aronson lakukan, semoga kita mendapatkan wawasan baru mengenai Jigsaw dan mendapatkan cara/solusi agar permasalahan yang timbul di kelas Jigsaw dapat kita hadapi dengan baik dan kreatif.

Jigsaw terbukti dapat mengembangkan kompetensi - kompetensi kemampuan peserta didik yang meliputi kemampuan bersikap (afektif) , berpikir (kognitif) dan bertindak (psikomotor) yang kelak akan digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Ketika saya menerapkan Jigsaw dimana setiap kelompok ahli, saya beri tugas masing - masing bertanggung jawab terhadap satu indikator soal per Kompetensi dasar dalam SKL UN kemudian mereka harus menularkan pengetahuan mereka kepada teman mereka yang ada di kelompok asal, ternyata model pembelajaran ini memungkinkan setiap peserta didik menumbuhkan kemampuan bersikap, berpikir dan bertindak seperti berlatih bertutur kata santun dan logis, berlatih mendengarkan dengan penuh perhatian, menahan emosi dan mengontrol diri, belajar lebih bersabar dalam memberikan pengertian kepada anggota kelompok yang lain, belajar bekerja sama, belajar bertanggungjawab, belajar mempresentasikan hasil belajar dengan penuh percaya diri, belajar berkomitmen terhadap kesepakatan kelompok dan lain sebagainya. Intinya mereka berusaha berkomunikasi dan berinteraksi dengan menggunakan semua potensi afektif, kognitif dan psikomotoriknya. Pada model pembelajaran ini, peran guru di dalam kelas adalah mengamati, membantu peserta didik yang mengalami kesulitan. Khusus untuk kelas yang kurang termotivasi untuk belajar, sebagai guru saya mencoba menyediakan fasilitas buku atau referensi yang berkaitan dengan materi karena kebanyakan dari mereka tidak membawa buku pelajaran. Setelah saya baca modul tentang JIgsaw, saya baru tahu jika guru harus menyiapkan modul untuk masing -masing tugas yang akan saya berikan. Selama ini saya meminta peserta didik untuk browsing internet dan membuat semacam kliping tentang materi yang harus mereka kuasai. Dan selalu mendapatkan kendala ketika mereka tidak menyiapkan materi, jigsaw tidak berjalan dengan semestinya. Sebagai guru saya harus jeli dan peka dalam mengamati tiap-tiap kelompok baik itu kelompok ahli maupun kelompok asal untuk memberikan motivasi dan mendorong peserta didik apalagi untuk peserta didik yang pasif agar mau mencoba mengerjakan soal dan membaca dari referensi yang ada atau memeriksa tingkat pemahaman peserta didik dan memberikan penguatan kepada peserta didik . Walaupun ternyata masih ada peserta didik yang pasif, tetapi paling tidak model pembelajaran kooperatif lebih menggairahkan peserta didik dan menghidupkan kelas. Salah satu hal lain yang dapat memotivasi peserta didik untuk ikut aktif dalam jigsaw adalah Penilaian. Ketika saya melakukan penilaian per individu, peserta didik kurang termotivasi, tetapi ketika penilaian individu menentukan penilaian kelompok, dan ada penghargaan untuk kelompok terbaik, mereka lebih termotivasi dan bersemangat. Permasalahan yang saya temui di awal saya menerapkan jigsaw, yaitu terlalu bising ketika harus mengatur letak duduk ternyata tidak saya temukan di pertemuan berikutnya karena mereka sudah paham harus bagaimana mengatur bangku dan meja ketika berada di kelompok ahli ataupun kelompok asal. Pokoke jigsaw sangat mengasyikkan tidak hanya untuk peserta didik tetapi juga bagi guru.

Kelompok Belajar Kooperatif Versus Kelompok Belajar Tradisional


Menurut Melissa Kelly dalam tulisannya “Cooperative Learning versus Traditional Learning for Group Activities”, ada beberapa perbedaan antara pembelajaran Kooperatif dengan kegiatan kelompok belajar tradisional.

Faktor
Kelompok Belajar Tradisional
Kelompok Pembelajaran Kooperatif
Ketergantungan
Diantara peserta didik tidak ada saling ketergantungan. Tidak ada perasaan atau interaksi positif dimana mereka saling membutuhkan untuk bekerja sama menyelesaikan tugas.
Peserta didik termotivasi untuk bekerja sebagai satu tim/kelompok untuk mencapai kesuksesan bersama.
Akuntabilitas/
Pertanggungjawaban

Dalam kelompok belajar tradisional tidak ada pertanggungjawaban individu. Hal inilah yang sering membuat kegagalan dan kekecewa an bagi peserta didik yang bekerja paling banyak. Penilaian untuk semua peserta didik di dalam kelompok adalah sama, hal ini dapat menyebabkan peserta didik yang kurang termotivasi menyerahkan semua penyelesaian tugas kepada peserta didik yang lebih termotivasi.
Di dalam kelompok belajar kooperatif, seluruh peserta didik harus mempertanggungjawabkan perannya masing – masing dalam bentuk rubrik, ada observasi guru dan ada evaluasi dari teman sejawat.
Kepemimpinan
Biasanya, dalam kelompok belajar tradisional ditunjuk satu peserta didik sebagai pemimpin kelompok.
Dalam kelompok belajar kooperatif, seluruh peserta didik berbagai peran kepemimpinan sehingga mereka  merasa memiliki dan bahu membahu menyelesaikan tugas.
Tanggung jawab
Karena semua kelompok belajar tradisional diperlakukan secara sama, maka peserta didik biasanya menyelesaikan tugas dan bertanggungjawab hanya untuk kelompoknya masing – masing. Tidak ada rasa ingin berbagi tanggung jawab.
Dalam kelompok belajar kooperatif, peserta didik diharapkan berbagi tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas
Keterampilan sosial
Dalam kelompok belajar tradisional, keterampilan sosial biasanya diabaikan. Tidak ada dinamika kelompok dan kerja tim.
Pembelajaran kooperatif adalah tentang kerja tim. Hal ini sering ditekankan dan di akhir pembelajaran akan di nilai.
Keterlibatan guru
Guru akan memberikan tugas seperti membagi kertas kerja (LKS) dan memberikan waktu kepada peserta didik untuk menyelesaikan tugas. Guru tidak mengamati atau campur tangan di dalam kelompok.
Karena pembelajaran kooperatif adalah kerja tim dan dinamika kelompok maka guru memberikan tugas dengan rubrik penilaian untuk masing – masing peserta didik, guru secara langsung terlibat dalam mengamati dan campur tangan untuk memastikan kerja tim yang efektif dalam kelompok belajar.
Evaluasi Kelompok
Dalam kelompok belajar tradisional, peserta didik tidak memiliki alasan untuk menilai seberapa baik mereka bekerja sebagai satu tim/kelompok. Kadang kala salah satu peserta didik merasa bahwa merekalah yang telah melakukan seluruh tugas yang diberikan.
Peserta didik diharapkan dapat menilai efektifvitas mereka dalam kelompok. Guru akan menyerahkan penilaian kepada peserta didik yaitu dengan  menjawab pertanyaan atau menilai tiap-tiap anggota tim/kelompok termasuk diri mereka sendiri dan mendiskusikan permasalahan yang muncul dalam kerja tim.

Menurut Melissa, kegiatan kelompok belajar kooperatif memang membutuhkan waktu dan penilaian yang lebih lama tetapi lebih efektif dalam membantu peserta didik belajar sebagai bagian dari sebuah tim/kelompok.
Banyak acara TV yang memberikan contoh kelompok belajar/ kerja kooperatif. Salah satunya adalah “MASTER CHEF”. Walaupun mereka bersaing satu sama lain, tetapi ketika mereka dituntut untuk bekerja sama dalam satu tim, maka mereka harus mengerahkan seluruh kemampuan yang mereka miliki untuk menyelesaikan tugas kelompok jika mereka tidak ingin tereliminasi. Walaupun pada dasarnya, para juri telah memberikan penilaian kepada masing – masing peserta berdasarkan hasil observasi dan hasil akhir kinerja mereka, namun pada saat penentuan siapa yang akan tereliminasi, masing – masing peserta dalam kelompok tersebut diberikan kesempatan untuk menilai kinerja dan perannya  serta  teman- temannya dan memperkirakan siapa yang harus tereliminasi.

Seperti  yang diketahui model pembelajaran kooperatif memiliki keuntungan, diantaranya adalah guru dapat menggunakan berbagai variasi model pembelajaan kooperatif sesuai dengan karakteristik konsep materi yang akan disampaikan kepada peserta didik sehingga peserta didik tidak akan mudah bosan karena model pembelajaran yang bervariasi. Melalui pembelajaran kooperatif diharapkan peserta didik memiliki semangat untuk bekerja sama dalam mencapai keberhasilan. Dalam pembelajaran kooperatif guru tidak hanya dapat meningkatkan hasil belajar akademik tetapi juga mengembangkan keterampilan sosial peserta didik, menyiapkan peserta didik untuk menyadari dan menerima adanya perbedaan individu di dalam masyarakat. Hal ini sesuai dengan tuntunan kurikulum 2013 yaitu meningkatkan kompetensi peserta didik yaitu kompetensi agama, sosial , akademik dan keterampilan.  Jadi menurut saya model pembelajaran kooperatif sangat baik digunakan dalam proses belajar mengajar  untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Di dalam kurikulum 2013 ada pergeseran paradigma belajar yaitu model pembelajaran diarahkan untuk mendorong peserta didik untuk mampu merumuskan masalah (menanya), bukan hanya menyelesaikan masalah (menjawab), melatih berfikir analitis (pengambilan keputusan), menekankan pentingnya kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah.  Kurikulum ini hadir untuk menjawab tantangan eksternal diantaranya adalah mencapai kompetensi masa depan seperti mampu berkomunikasi, mampu berpikir jernih dan kritis, mampu mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, mampu menjadi pribadi yang bertanggungjawab, mampu mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda, mampu hidup dalam masyarakat yang mengglobal. Para pendidik diharapkan  mampu menekankan kemampuan berbahasa siswa sebagai alat komunikasi, pembawa pengetahuan  dan berfikir logis, sistematis dan kreatif, mengukur proses kerja siswa bukan hanya hasil kerja siswa.  Salah satu model pembelajaran yang mendukung kurikulum 2013 adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif membantu peserta didik untuk aktif terlibat dalam mencapai tujuan dari pembelajaran, mengatasi permasalahan yang muncul di antara teman dan meningkatkan kemampuan bekerja sama dengan orang lain yang memiliki karakteristik berbeda - beda.  Dalam pembelajaran kooperatif guru diharapkan memberikan sejumlah bantuan kepada peserta didik pada tahap awal pembelajaran baik itu berupa penjelasan konsep materi ajar, prosedur pelaksanaan kegiatan, kriteria – kriteria keberhasilan atau karakter yang harus dikembangkan peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. Selanjutnya, guru memberikan kesempatan sebesar – besarnya kepada peserta didik untuk mencoba berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran guna mencapai tujuan pembelajaran dan mengerjakan sendiri tugas – tugas yang diberikan. Ini berarti, guru tidak perlu memberikan ceramah yang panjang dan membuat peserta didik kebosanan mendengarnya. Melalui pembelajaran kooperatif peserta didik dilatih untuk mencari dan bertukar informasi/pengetahuan dan bekerja sama untuk menyelesaikan masalah atau tugas yang diberikan.

RPP Model Pembelajaran Jigsaw


RPP SISTEM EKSKRESI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW

Comment Box is loading comments...